Mencukur Rambut dalam Islam: Bukan Sekadar Bersih-bersih Biasa

Keislaman386 Dilihat

Jakarta, santrisarungan – Dalam tradisi Islam, mencukur rambut bukanlah sekadar rutinitas kebersihan semata. Lebih dari itu, amalan ini sarat dengan makna spiritual dan ketentuan syariat yang beragam. Hukum mencukur rambut dapat berubah-ubah, dari sunah, makruh, hingga mubah, tergantung pada konteks dan niat pelakunya.

Mengutip dari kitab Tausyeh ‘ala Ibni Qasim, Syekh Nawawi Banten (w. 1316 H) menjelaskan bahwa mencukur rambut bisa disunahkan dalam tiga kondisi spesifik:

Tiga Momen Mencukur Rambut Menjadi Sunah


1. Sebelum Melaksanakan Ibadah (Nusuk) Mencukur rambut disunahkan bagi mereka yang akan menunaikan ibadah, seperti menjelang shalat Jumat. Tujuannya tak lain untuk memastikan kebersihan dan kesucian diri saat beribadah.

Syekh Ibrahim Al-Bajuri (w. 1277 H) dalam Hasyiah Al-Bajuri bahkan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri pernah mencukur rambutnya dalam empat kesempatan ibadah penting, antara lain saat Umrah Hudaibiyah, Umrah Qadha’, di Ji’ranah, dan pada Haji Wada’. Ini menunjukkan betapa pentingnya amalan ini dalam praktik ibadah Nabi.

2. Mencukur Rambut Bayi pada Hari Ketujuh Kelahiran Tradisi ini merupakan bagian dari aqiqah, sebuah wujud syukur atas kelahiran buah hati. Rambut bayi yang dicukur pada hari ketujuh kelahirannya kemudian ditimbang, dan orang tua dianjurkan untuk menyedekahkan emas atau perak seberat rambut tersebut.

Tujuan utama mencukur rambut bayi adalah membersihkan kotoran yang mungkin menempel sejak dalam kandungan, sekaligus melambangkan kebersihan dan kesucian bagi sang buah hati. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang bayi tergadaikan dengan aqiqahnya; aqiqah disembelih pada hari ketujuh, diberi nama, dan rambutnya dicukur.”

3. Mencukur Rambut bagi Non-Muslim yang Baru Memeluk Islam Bagi seorang mualaf, mencukur rambut disunahkan sebelum mandi wajib, yang juga merupakan amalan sunah saat baru masuk Islam. Jika mualaf tersebut belum pernah dalam kondisi junub, mencukur rambut dilakukan sebelum mandi. Namun, jika ia sudah pernah junub, maka amalan mencukur rambut disunahkan setelah mandi wajib.

Ketika Mencukur Rambut Menjadi Makruh


Selain sunah, mencukur rambut juga bisa dihukumi makruh bagi orang yang berniat berkurban hingga hewan kurbannya disembelih. Larangan ini berlaku bagi orang yang berkurban (al-mudhahhi) mulai dari tanggal satu Dzulhijjah hingga penyembelihan kurban selesai.

Hadits riwayat Ibnu Majah dan Ahmad menyebutkan, “Apabila telah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan seseorang di antara kalian hendak berkurban, janganlah menyentuh rambut dan kulitnya sedikit pun hingga selesai berkurban.”

Imam An-Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab menjelaskan, hikmah di balik larangan ini adalah agar seluruh anggota tubuh tetap utuh sehingga terbebas dari api neraka, karena ibadah kurban dapat menjadi penebus dosa. Selain itu, ada pula pandangan bahwa larangan ini menyerupai keadaan orang yang sedang ihram, yang juga dilarang memotong rambut dan kuku.

Hukum Mubah: Kapan Saja Boleh?


Di luar kondisi sunah dan makruh, mencukur rambut dihukumi mubah atau diperbolehkan. Ini berlaku ketika rambut sudah terlalu panjang, mengganggu aktivitas, atau bahkan terdapat kutu. Mencukur rambut dalam kondisi ini menjadi kebutuhan untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan diri serta orang di sekitar.

Dengan memahami konteks hukumnya, umat Islam dapat memilih waktu yang tepat untuk mencukur rambut, sehingga amalan ini tidak hanya bernilai ibadah tetapi juga mencerminkan upaya menjaga kebersihan dan kerapian diri.